Tanggal Cantik, Tanggal Jadian

Kalo kalian sadar, tanggal hari ini adalah tanggal yang bagus buat jadian. Udah dari semalem, di twitter pada heboh ngomongin tanggal cantik 10-11-12 yang jatuh pada hari ini. Ada yang sibuk bikin kode minta ditembak sama gebetan, ada juga yang sewot karena banyak yang ngebet pengen jadian cuma karena tanggalnya lagi cantik. Semua yang dilakukan seseorang kan udah pasti ada alasan yang mendasarinya. So, let's see!




Untuk pasangan yang udah pdkt-an lama, dan mau jadian pada hari ini sih, menurut gue oke-oke aja. Karena dari awal, mereka sudah punya niatan buat jadian, tapi belum ada waktu yang tepat. Jadi, menurut gue, nggak ada yang salah dalam kasus yang satu ini. Mereka cuma memilih momen yang pas.

Lain halnya dengan orang yang kejar deadline HARUS dapet pacar dan jadian di tanggal ini. Ini sih norak. Mana ada ceritanya milih tanggal dulu baru nyari gebetan? Berarti hatinya juga dipaksa dicocok-cocokin dong? Yang ada, cari gebetan dulu, udah ngerasa cocok, baru pilih tanggal!

Selain dua kasus ini, ada juga sebagian orang yang merasa risih dengan ‘tanggal cantik, bagus untuk tanggal jadian’ ini. Nggak ada yang salah sebenarnya. Tapi gue rasa orang-orang dalam kategori ini cenderung tidak toleransi dan merasa iri. Mungkin mereka nggak bisa jadian di tanggal cantik karena terlanjur jadian di tanggal yang nggak cantik. Mungkin juga mereka iri karena merasa nggak yakin bakal jadian di tanggal ini. Mungkin secara tidak sadar, sebenarnya hati mereka juga mempunyai harapan untuk mendapatkan something special dari someone special. Mungkin...

Ada juga orang yang nggak mau ikut dalam atmosfer tanggal cantik. Bukan urusan gue sih. Tapi menurut gue, orang-orang ini cenderung kaku dan terlalu main yang lurus-lurus aja. Mereka terlanjur menganggap sensasi ini bukanlah sesuatu yang harus mereka pikirkan. Emang bener, tapi ikut seru-seruan dan menjadikan tanggal cantik sebagai obrolan, gue rasa nggak ada salahnya. 

Gue sendiri, gue nggak terlalu berharap banyak untuk hari ini. Sejak pagi gue udah berdoa, gue cuma pengen hari ini jadi hari yang menyenangkan buat gue—pada kenyataannya, gue nggak merasa terlalu senang hari ini. Gue nggak ngarep minta ditembak atau apalah. Pertama, gue nggak punya gebetan yang bisa gue kodein. Kedua, kayaknya emang nggak ada juga yang mau nembak gue, hari ini. Ketiga, repot amat sih sama tanggal?

Tapi, intinya sih, kita boleh bikin momen yang pas, asal jangan maksa. Kita boleh ikut ‘main’ di dalamnya, tapi jangan lebay. Pacaran bukan cuma soal tanggal, tapi soal hati. Tapi kalo ada yang bilang ‘orang yang jadian di tanggal cantik itu nggak tulus’, ya liat orang-orangnya juga sih. Kalo lo, masuk kategori yang mana?

Random Feeling


Aneh rasanya bisa bingung sama diri sendiri. Padahal, sendirinya lagi mikir, tapi nggak tau mikirin apaan. Begitulah gue saat ini. Gue bingung sama semua hal yang sedang jadi pikiran gue. Seharusnya semua hal itu bisa diungkapkan dengan baik. Seharusnya semua hal yang berasal dari otak bisa dijelaskan dengan baik oleh mulut. Tapi nyatanya ada beberapa hal yang selalu tertahan di kerongkongan. Sialnya, hati gue juga ikut menjerit. Kalo yang dari otak aja ada yang nggak bisa dijelasin, gimana dengan yang di hati?

     Hati, perasaan, dan cinta adalah hal yang paling abstrak yang pernah gue tau. Bahkan lo nggak bisa ngukur hati lo sendiri. Boro-boro bisa tau hati dan perasaan orang lain. Dan mikirin soal hati itu lebih ribet daripada apapun yang bisa dipikirin. Contohnya, gue. Gue nggak ngerti sama hati dan perasaan gue sendiri.

Sebelumnya, perjalanan cinta gue nggak pernah mulus. Lebih sering bertepuk sebelah tangannya. Lebih sering mencintai daripada dicintai. Lebih sering merhatiin daripada diperhatiin. Lebih sering sakitnya daripada senengnya. Gue nggak ngerti kenapa gue rela nyakitin hati gue sendiri. Jatuh cinta memang indah. Tapi mencintai tanpa dicintai nggak akan pernah jadi indah.

          Hingga saat ini, gue masih bingung sama hati dan perasaan gue sendiri. Gue bahkan nggak tau, sebenernya gue ini lagi nunggu apa udah move on sih? Gue bahkan nggak tau, sebenernya gue ini lagi jatuh cinta apa patah hati sih? Gue bahkan nggak tau, sebenernya gue ini lagi mencintai apa dicintai? Gue sama sekali nggak tau.

          Entahlah, gue bingung. Gue bingung mau nyebut diri gue ini apa. Gue nggak tau gue lagi nunggu apa, atau gue udah move on dari siapa, gue lagi jatuh cinta sama siapa, lagi patah hati sama siapa, gue juga nggak tau lagi mencintai siapa dan dicintai siapa. Gue nggak pernah tau apakah ini sebuah awal, atau mungkin sebuah akhir?

Gue sering banget ngerasain perasaan yang kayak gini. Seandainya gue bisa ngelihat gimana keadaan hati gue saat ini. Baru lecet-lecet doang apa udah bonyok nggak karuan ya? Atau mungkin hati gue saat ini mirip sama balon udara? Hampa, kosong, dan terbang ikut angin.

Yang jelas, yang gue tau, ada rasa nyeri di hati. Ada air mata yang nggak bisa keluar dari mata, malah menangis di hati. Mungkin air mata itu yang bikin nyeri di hati gue yang lagi lecet-lecet tadi ya? Ada perasaan kesel saat tau kalo gue ternyata nggak tau.

Mau nyebut diri gue lagi jatuh cinta, tapi nyatanya nggak ada orang yang lagi ngisi hati gue. Mau nyebut diri gue kapok jatuh cinta, tapi nyatanya gue masih terus berharap. Mau nyebut diri gue mati rasa, tapi nyatanya rasa itu semakin nyakitin dan nggak pernah bener-bener mati. Mau nyebut diri gue jomblongenes, tapi nyatanya gue masih bisa merasakan cinta di sekeliling gue.

Nggak perlu ikut pusing kok. Ini cuma beberapa perasaan yang tertumpah. Sampai saatnya tulisan ini gue post, gue nggak akan pernah bener-bener tau bagaimana perasaan gue sebenernya. Karena perasaan memang bukan sesuatu yang bisa dijelaskan. Karena hati bukan sesuatu yang bisa tergambarkan. Karena cinta bukan sesuatu yang bisa diukur.

Apa Ada yang Salah?


Setiap manusia pasti pernah ngerasain seneng, sedih, kecewa, putus asa, terharu, bangga, jatuh cinta, patah hati, dan banyak lagi. Semua dari kita juga nggak luput dari perasaan-perasaan menyenangkan maupun perasaan-perasaan nyebelin. Salah satunya adalah bosan. Sebenarnya bosan itu bukan sebuah perasaan, melainkan sebuah keadaan yang nggak mengenakkan dan akhirnya akan berimbas pada perasaan orang itu sendiri dan orang lain. Makanya, perasaan orang yang lagi bosan biasanya jadi gampang tersinggung, sensitif, dan mendadak unmood.


Biasanya, orang bisa bosan kalo udah menyangkut dua hal di bawah ini:

1.     Nunggu

Yap! Nggak ada yang suka dengan yang namanya menunggu. Ini sih simple. Misalnya, nunggu dijemput pacar, nunggu temen dateng ke rumah, nunggu uang bulanan, nunggu ditembak, nunggu gebetan putus dari pacarnya, sampe yang paling miris, nunggu kematian. Iya, gue tau. Nunggu emang nggak pernah enak. Nunggu emang pekerjaan yang paling mematikan. Kadang, keadaan udah terlanjur berubah terlalu jauh saat penantian itu dateng. Oke, gue mulai nggak fokus.

2.     Inginkan something new, something different

Hal ini dikarenakan seseorang tidak cukup puas dengan yang lama. Orang ini menginginkan suasana baru yang dianggapnya bisa mengubah keadaan. Padahal adanya sesuatu yang baru nggak bikin dia terlepas dari rasa bosannya. Intinya sih, orang ini kurang bisa bersyukur dan nggak bisa menikmati apa yang udah dia punya.


Saat ini gue berada pada titik dimana gue mengalami apa itu kebosanan. Tapi, alasan gue berbeda dengan apa yang gue jelasin barusan. Gue bosan sama hidup gue karena gue nggak bisa berbuat apa-apa saat gue sedang bosan.

Bohong banget kalo ada yang bilang life is never flat. Sebaliknya, gue ngerasa hidup gue lagi anyep banget. Seandainya aja gue bisa keluar dari rasa bosan ketika gue ngelambaiin tangan tanda kalo gue nyerah. Pada kenyataannya, orang-orang nggak pernah bener-bener peduli dengan apa yang sedang kita alami. Meskipun gue udah ngelambaiin tangan minta tolong, teriak-teriak, sampe gue nangis keju pun nggak ada yang akan berubah. Gue kesel saat gue tau gue nggak bisa berbuat apa-apa untuk diri gue sendiri.

Everything changed! Kehidupan gue sebagai siswa kelas 12 SMA membuat gue mau nggak mau harus lebih fokus buat masa depan gue. Gue jadi canggung sama dunia baru gue ini. Tugas dan ulangan udah jadi momok bagi gue. Dulu, tugas dan ulangan cuma jadi selingan buat gue. Tapi sekarang, gue nggak mungkin santai-santai lagi. Gue berasa mikul beban berat di pundak. Sampe di rumah, gue tetap merasa nggak bisa santai.

Setelah pusing di sekolah, gue pengen mengalihkan perhatian gue pada sahabat-sahabat gue. Gue pengen main bareng, seru-seruan, ngobrol-ngobrol, dll. Apapun itu, intinya gue pengen menghabiskan waktu bareng sahabat gue. Tapi apa? Semua orang nggak punya waktu buat gue. Mereka mendadak sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Mereka sibuk ikut bimbel. Mereka sibuk belajar. Mereka sibuk sama temen-temen mereka yang baru. Terakhir, mereka lagi sibuk-sibuknya pacaran.

Berada di sekeliling orang yang punya pacar emang nggak enak. Kalo biasanya mereka curhat dan apa-apa sama kita, sekarang fungsi kita dialihkan ke pacar. Mereka udah menemukan teman curhat baru yang lebih seru. Mau jalan-jalan juga udah punya pacar, jadi nggak perlu ngajakin temen lagi. Yah, emang berat jadi single diantara manusia-manusia taken.

Seperti yang gue bilang, gue single dan itu artinya gue nggak punya pacar. Sementara sahabat-sahabat gue punya orang yang bisa jadi pengalih perhatian, gue malah nggak punya. Gue nggak punya orang yang bisa merhatiin, nggak punya orang yang bisa diambekin, nggak punya orang yang bisa ditebengin, nggak punya orang yang bisa dijadiin pelampiasan…

Gue kangen sama kehidupan gue yang dulu. Saat gue ada untuk sahabat-sahabat gue, begitu juga sebaliknya. Gue kesel karena gue justru sedih saat sahabat-sahabat gue merasa bahagia dengan hidup mereka yang sekarang.

Apa gue terlalu jahat ya? Apa ada yang salah dengan diri gue? Apa gue nggak bersyukur? Apa gue cuma kesepian?

The Second Medal

“Efeknya benar-benar menakjubkan! Semua orang ‘memandang’ ke arahku dengan ‘tepuk tangan’ meriah.”


Seharusnya gue tahu sejak awal. Gue nggak pernah bener-bener niat untuk jadi anak IPA. Jiwa gue lebih ke IPS. Cita-cita gue juga menjurus ke sosial. Selain itu, kemungkinan gue untuk unggul di IPS lebih besar. Sebelum bener-bener terlambat, gue banting setir untuk menyelami ilmu IPS, sembari gue belajar IPA di sekolah. Gimana caranya? Salah satunya, dengan mengikuti Simulasi atau TryOut jurusan IPS yang diadakan bimbel tempat gue les.

 FYI, di kelas XI, gue sempat mengikuti Simulasi IPA dan IPS sekaligus. Dan hasilnya cukup memuaskan. Benar aja, kemampuan IPS gue lebih baik daripada kemampuan IPA. Bahkan, gue sempet dapet medali karena berhasil mendiami peringkat atas Simulasi se-Sumatra yang diadakan bimbel gue itu. Ya, bimbel gue ini memang selalu menghadiahkan medali bagi siswanya yang berprestasi. Tentu, gue sangat bangga dengan prestasi yang udah bisa gue capai itu. Gue bangga karena setidaknya nggak semua orang bisa kayak gue, meski gue sadar itu semua belum ada apa-apanya.

Karena udah nggak memungkinkan buat gue untuk ikut Simulasi IPA dan IPS sekaligus, gue akhirnya memutuskan untuk mendalami IPS. Tanggal 16 September 2012 yang lalu, Simulasi pertama di kelas XII dilaksanakan di Gedung SMA Methodist 1 Palembang. Gue menghadapi simulasi dengan santai, namun tetap antusias. Gue udah nungguin hari itu sejak lama. Entah kenapa, momen-momen simulasi selalu gue nantikan.

Semuanya berjalan biasa aja dan sebagaimana mestinya. Lalu, pada saat pengerjaan soal kemampuan IPS, gue dipanggil oleh salah seorang Pembimbing untuk pindah ruangan. Gue yang semula berada di dalam ruang kelas, diminta pindah ke aula segera. Gue kaget dong, emangnya ada apaan sampe gue mesti pindah segala? Ketika gue tanya ‘kenapa’, Pembimbingnya bilang kalo kayaknya gue bakal dapet medali. Hah? Miapa? Cius? Enelan? Medali atas simulasi yang mana? Gue bingung.

Ketika gue sampe di aula, gue dipersilahkan untuk duduk di kursi yang (sepertinya) sudah disediakan. Untuk beberapa menit, nama gue menjadi topik pembicaraan sesama Pembimbing. Ya agak senang jugalah gue jadi bahan pembicaraan karena prestasi. Mendadak nama Windy jadi populer.

Tibalah saatnya pengumuman siswa berprestasi. Windy dari SMA Negeri 8 Palembang disebut sebagai siswa berprestasi! Gue adalah satu-satunya siswa yang berdiri di atas panggung aula. Nama gue diumumkan di seantero ruangan, disaksikan oleh ribuan peserta, dan diberikan tepuk tangan meriah yang menggema ke seluruh penjuru. Perlahan medali dikalungkan ke leher gue. Tepuk tangan kembali mengiringi prosesi itu. Seandainya kalian tahu gimana perasaan gue saat itu! Hmm… Berlebihan nggak, kalo gue bilang WAW untuk diri gue sendiri?

Setelah hari itu, ternyata nama gue masih booming. Beberapa Pembimbing menyapa gue untuk memberi ucapan selamat. Yang menurut gue paling keren adalah, gimana gue bisa melihat orang-orang jadi nggak bisa sembarangan ngeremehin gue. Mereka jadi segan sama gue. Mereka jadi punya pandangan yang berbeda ke gue. Seolah-olah mereka disadarkan bahwa, yang berada di bawah ternyata bisa melompat jauh lebih tinggi.

JAY PARK

Alisku mengerut saat menonton konser di sebuah stasiun televisi dan melihat seorang cowok oriental yang gue tahu pasti, dia dari Korea. Jay Park? Dia siapa? Kenapa tiba-tiba ada konser di Indonesia? Ditayangin di stasiun televisi pula. Emang si Jay Park ini terkenal banget ya di KorSel?

Bagi gue yang bukan K-Popers, muka dan nama Jay Park sangat nggak familiar banget. Nggak kayak Super Junior, Shinee, Lee Min Ho, Kim Bum, atau Siwon maupun Rain yang biasa dieluh-eluhkan masyarakat Indonesia.

Mata gue semakin membelalak ketika gue menyadari, si Jay Park ini pake kaos Damn I Love Indonesia. Wow! Gue langsung mikir, si cowok Korea ini beli apa disponsorin sama DILI apa gimana sih? Kok tiba-tiba dia konser dan pake kaos yang diproduksi oleh orang Indonesia, Daniel Mananta? Otak gue semakin menyimpan banyak tanda tanya.




Dan lagu yang pertama kali gue denger dibawain si Jay Park ketika konser tersebut adalah lagunya B.o.B feat. Bruno Mars yaitu Nothing On You. Apa-apaan lagi ini? Emang nggak punya lagu, ya, sampe nyanyiin lagu orang?

Gue sempet mikir mungkin aja si Jay Park ini si artis baru terkenal dan nggak punya lagu dan mau tenar di Indonesia. Eits, tapi mana ada ceritanya begituan? Yang ada, artis Indonesia yang pengen tenar di Korea. Yang namanya artis luar udah konser di Indonesia, pasti dia udah punya banyak fans disini.

Oh ya, bagi kalian yang nggak tahu, muka si Jay Park ini sebenernya standar-standar aja. Maksudnya, dia nggak sekeren Siwon ataupun seimut Kim Bum. Masih banyak artis Korea yang mungkin jauh lebih ganteng bin kece daripada Jay Park. Tapi…..

Setelah gue nonton sampe abis konser si Jay Park ini di televisi, gue terus-terusan berdecak kagum. Dan dance-nya itu…. It was amazing‼ Gue langsung jatuh hati sama Jay Park karena dance-nya yang bener-bener awesome itu. Dia sanggup bikin gue melting alias meleleh karena suaranya, lagunya, dance-nya, tatonya, semuanyaaaaaaaa‼!



Selang beberapa hari setelahnya, konser ini kembali ditayangin oleh stasiun televisi yang sama. Gue kembali nonton. Rasa kagum gue terus bertambah. Karena nggak kuat dan penasaran setengah mati sama identitas Jay Park, gue pun googling buat cari tahu.

Akhirnya, gue pun tahu. Jay Park bernama asli Park Jaebeom. Dia lahir dan besar di Seattle, Washington, Amerika. Singkatnya, Jay Park ditemukan oleh sebuah PH dan diajak ke Korea untuk digembleng dan belajar. Selama kurang lebih 4 tahun Jay Park berlatih vokal dan memfasihkan bahasa Korea-nya. Lalu, Jay Park tergabung dalam sebuah boyband 2PM dan menjadi leader disana.

Namun karena sebuah status yang di-update Jay Park melalui akun pribadinya di MySpace, Jay Park mendapat kecaman dari masyarakat Korea. Akhirnya Jay Park keluar dari boyband 2PM yang telah membesarkan namanya. Ya, gue nggak tahu pasti masalahnya. Jadi, gue minta maaf kalo ada kesalahan dalam tulisan gue ini.

Satu pertanyaan lagi terpecah. Kenapa Jay park menyanyikan lagu Nothing On You pada konsernya? Itu dikarenakan setelah debutnya sebagai artis boyband meredup karena ulahnya di MySpace, Jay Park kembali merebut hati masyarakat dunia saat mengupload video di youtube dengan membawakan lagu Nothing On You dan meraup viewers terbanyak. Jay Park kembali menata reputasinya di mata dunia. Bisa dibilang, lagu ini membawanya kembali ke puncak ketenaran.

Lalu, soal kaos yang dipakainya? Jadi gini, berdasarkan apa yang gue baca di salah satu majalah yang gue lupa namanya, kaos DILI tersebut didapat Jay Park dari seorang fansnya. Ketika itu Jay Park baru mendarat dari Korea dan tiba di bandara Soekarno Hatta. Seorang fans-nya datang memberinya kado yang tidak lain merupakan kaos DILI tersebut.

Fans-nya itu menuliskan surat kepada Jay Park yang berisi harapannya agar Jay Park bisa memakai kaos tersebut saat Meet and Greet. Sangat disayangkan Jay Park tidak memakainya, si fans tersebut sempat kecewa. Namun kekecewaannya terbayar sangat mahal saat Jay Park mengenakan kaos hadiah darinya  pada saat konser berlangsung.

Gue semakin terkesan sama Jay Park. Nggak cuma jadi penyanyi, Jay Park juga seorang rapper, dancer, model, dan aktor. Karismanya begitu luar biasa. Sebenernya gue salah satu orang yang nggak terlalu gila sama K-Pop, tapi ketika melihat Jay Park, gue jadi rajin youtube­-ing. Sampe-sampe gue nggak bisa ngomong banyak buat nge-deskripsiin seorang Jay Park.

Gue saranin, daripada kalian juga ikut penasaran, mending langsung buka youtube dan pastiin kalo Jay Park emang bener-bener awesome‼ Beberapa lagu Jay Park yang gue suka antara lain Star dan Girlfriend.
Updated: Gue masih suka sama lagu-lagunya Jay Park sampe sekarang (red: 2017). Meskipun style Jay Park makin kesini makin swag dan gue kurang begitu suka, tapi lagu-lagunya masih enak-enak banget! Dan sampe sekarang, cuma lagu-lagu dia aja lagu Korea yang betah bertahun-tahun ada di music library hape gue. Lagu terbarunya yang gue suka dalah Drive, Stay With Me, dan Yacht. Kalian bisa buka Jay Park untuk nonton video-video Jaypark lainnya.
Star Official MV

Yacht Official Dance MV

Stay With Me Live Version


Dunia ini tidak adil?!


Takdir!

Mungkin itulah satu kata yang tepat untuk menggambarkan kehidupanku saat ini. Bukankah memang seperti itulah hidup ini? Semua yang telah terjadi di dunia ini adalah takdir Tuhan. Bahwa kenapa detik ini aku masih bisa bernafas, itu juga karena takdir. Bukan begitu?

Ya, begitulah takdir. Takdir yang selama ini aku rutuki. Takdir yang pernah aku sumpahi dengan jejalan kata-kata yang berasal dari neraka. Takdir yang menyeretku pada berbagai musibah dan bencana. Takdir yang menjadikan aku orang picik hingga berpikir bahwa Tuhan menyayangi semua makhluk-Nya, kecuali aku. Takdir yang menguatkan sudut pandangku bahwa Tuhan sengaja mengirimkan semua ciptaan-Nya untuk memusuhi dan menikamku hidup-hidup.

Aku terlalu angkuh untuk mengatakan bahwa Tuhan itu adil. Mana ada adil yang menyusahkan? Bagiku, adil itu simbiosis mutualisme. Aku untung. Kau untung. Dia untung. Kalian untung. Mereka untung. Sementara yang terjadi adalah aku selalu menjadi pihak yang dirugikan. Jadi, Tuhan tidak adil, kan?

Tidak pernah ada keadilan untukku. Mungkin seperti itulah sudut pandangku, dulu. Keangkuhan berhasil membusukkan hatiku. Namun sebuah kedewasaan telah mengajarkanku banyak hal. Dia mengajariku untuk memahami makna takdir yang sesungguhnya.

Ketika aku sedang merangkak, aku diajak untuk belajar. Ketika aku telah mampu berdiri, aku diperintahkan untuk melihat. Ketika aku merasa putus asa, aku dipaksa untuk tetap bertahan. Ketika aku gagal, aku diajarkan untuk menerima. Ketika aku terjatuh, aku dirangkul untuk bangkit. Ketika aku berhasil, aku diajarkan untuk rendah hati. Ketika aku telah sampai di puncak, aku diperintahkan untuk memberi.

Ketika aku menemukan pengkhianat, aku baru saja disadarkan. Ketika aku bertemu seorang sahabat, aku diminta untuk menjaganya. Ketika aku mendapatkan pengucilan, Tuhan akan membenarkan apa yang salah. Ketika aku sendirian, Tuhan selalu bersamaku. Ketika aku dihadapkan pada sebuah pilihan, aku dikenalkan dengan apa itu prioritas.

Saat ini aku mengerti, hanya ada dua kunci dari semua penyelesaian takdir hidup yang tidak pernah adil. Ikhlas dan bersyukur. Sesederhana itu? Siapa bilang ikhlas dan bersyukur itu sederhana?

Aku terlahir sebagai seorang lakon yang menjalani sebuah kehidupan drama yang diberikan Tuhan sebagai sang sutradara. Aku terlahir sebagai seseorang yang akan membawa pengaruh bagi dunia. Atau paling tidak, aku akan menjadi pemeran utama bagi dramaku sendiri. Lalu aku akan menjadi figuran yang akan melengkapi keindahan sebuah drama manusia lainnya. Dan tanpa pernah aku sadari, ternyata aku telah memberikan keindahan bagi orang-orang di sekelilingku—ini baru sederhana.

Percaya, bahwa Tuhan itu baik. Memahami, bahwa Tuhan hanya memberikan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Menyadari, bahwa Tuhan begitu menyayangi hamba-Nya. Dia telah menyiapkan rencana yang indah untukku, untuk kita semua.

Hidup memang tidak akan pernah adil bagimu. Dunia jauh lebih tidak adil lagi. Tapi setidaknya, ada Tuhan yang Maha adil. Dia memberikanmu keindahan pada saat yang tepat. Dan takdir telah membawaku sampai di tempat ini. Di tempat dimana kita bertemu.

Tuhan mempertemukan kau dan aku disini. Untuk selalu bersama. Selalu menjaga. Saling berbagi. Saling berpegangan di bawah deraan hujan untuk menyambut pelangi.

New Experience: Akademi Indosiar 2012


“Orang yang beruntung adalah orang yang siap

ketika kesempatan datang.”


Kira-kira seperti itulah kalimat yang diucapkan oleh Tina Talisa selalu terngiang-ngiang di otak saya.

Dengan semangat dan antusiasme yang menggebu-gebu, saya bersama kedua teman saya—Sadam dan Yuni bergegas untuk datang ke Gedung Pascasarjana UNSRI pada tanggal 24 Mei 2012 pagi tadi. Dalam acara Seminar “Sukses Berkarir di Dunia Televisi” dan Workshop “How to be A Great News Anchor”, saya menyerap ilmu broadcasting (penyiaran) yang sangat bermanfaat dari orang-orang yang mumpuni pada bidangnya, diantaranya:

1.    Nurjaman Mochtar selaku Pimpinan Redaksi dan Direktur Pemberitaan Indosiar.

2.    Dra. Dyah Hapsari, M.Si selaku Dekan FISIP Universitas Sriwijaya.

3.    Tina Talisa selaku News Anchor dan Manager Dept. Presentation & Show sekaligus peraih Presenter Talkshow berita dan informasi terfavorit Panasonic Gobel Award 2012.

4.    Egge DP Yulianto selaku Manager Dept. Production Non Drama.

Palembang menjadi kota terakhir dari enam kota yang telah disinggahi Indosiar dalam rangkaian road show Akademi Indosiar 2012. Sebelumnya Indosiar telah datang ke Jakarta, Bandung, Semarang, Jogyakarta, Malang, dan terakhir Palembang.

Indosiar bekerja sama dengan Mustika Ratu dan FISIP UNSRI demi menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan untuk menemukan bibit-bibit unggul dalam bidang broadcast.

Saya yang kebetulan masih berstatus pelajar kelas 2 SMA merasa sedikit minder dan ‘kaget’ dengan kegiatan semacam ini. Saya harus bolos sekolah satu hari demi memuaskan keinginan saya untuk bertemu dengan Tina Talisa yang sukses menjadi News Anchor handal dan menjadi idola bagi kalangan anak muda. Dan jujur saja, ini adalah kali pertama saya ikut bergabung dalam kegiatan seminar semacam ini.

Awalnya, saya pernah tahu mengenai acara yang diselenggarakan Indosiar ini, namun karena saya pikir acara ini hanya ditujukan untuk mahasiswa, saya melupakannya begitu saja. Beruntungnya, Yuni memberi tahu saya sekali lagi. Dengan berbagai informasi yang dia dapatkan, saya jadi tahu kalau tidak hanya mahasiswa yang bisa berpartisipasi, pelajar juga bisa ikut andil. Lalu dia mengajak saya untuk ikut dalam acara ini. Saya yang kebetulan mempunyai minat pada ‘dunia’ ini, mau-mau saja menerima tawaran Yuni untuk bersama-sama datang pada acara road show Akademi Indosiar 2012.

Begitu saya memasuki gerbang Gedung Pascasarjana UNSRI, saya melihat mahasiswa-mahasiswi telah memenuhi meja pendaftaran untuk registrasi. Sama antusiasnya dengan saya, mereka berbondong-bondong masuk ke dalam aula. Wow! Seketika saya merasa kecil. Saat itu juga saya dan teman-teman mundur untuk mencoba mengikuti simulasi presenter TV. “Gila, mahasiswa semua‼!”

Acara dibuka oleh penampilan Tina Talisa yang ditantang menyanyikan lagu khas Palembang “Ya Saman” yang diiringi petikan gitar dari seorang mahasiswa dari fakultas FISIP UNSRI. Tepuk tangan sangat meriah menyambut kehadiran Tina Talisa di tengah-tengah ruangan.

Ketika acara masuk dalam pengisian materi dari Nurjaman Muchtar selaku pimpinan redaksi Indosiar. Kang Nur—begitu beliau disapa, menyampaikan beberapa materi kepada seluruh peserta. Disini, Kang Nur membocorkan syarat-syarat untuk menjadi broadcaster. Beliau mengatakan bahwa hanya ada dua hal yang perlu dilakukan untuk menjadi seorang di balik pertelevisian Indonesia, antara lain kreatif dan kooperatif (kerja sama). Dan quote yang paling saya ingat—bahkan saya catat, antara lain:

“Anda tidak perlu pintar, tapi anda perlu kreatif.”                                             

“Orang yang mahal adalah orang yang kreatif.”

“Kreatif bukan bagian dari kepintaran.”

Beberapa quote ini sangat mengena di dalam hati saya. Be creative

Acara berlanjut pada sesi Workshop “How to be A Great News Anchor” bersama Tina Talisa. Beliau menceritakan pengalaman-pengalamannya sebelum dan selama menjadi presenter di televisi. Lulusan kedokteran gigi UNPAD ini mengaku sempat mendapatkan tentangan dari orang-orang di sekelilingnya, seperti keluarga dan dosen ketika mendapati Tina Talisa justru memilih dunia jurnalis ketimbang dunia dimana dia berasal—kedokteran gigi. Namun karena keteguhan hati dan keyakinan yang kokoh, Tina Talisa mampu merobohkan kerasnya hati orang tua untuk bisa menerima keputusan besar yang telah diambilnya tersebut.

Tibalah saatnya pada simulasi presenter TV dimana seluruh peserta diperbolehkan maju ke depan dan mencoba membawakan berita berdasarkan teks yang telah disiapkan oleh panitia. Satu per satu peserta maju ke atas panggung. Saya dan teman-teman berdiskusi untuk hal itu. Kesepakatan awal kami yang menyatakan tidak akan ikut dalam simulasi itu justru berubah. Kami sepakat untuk ikut berpartisipasi dalam simulasi presenter ini bersama-sama.

Tidak muluk-muluk, kami memberanikan diri untuk maju ke atas panggung hanya untuk mencoba. “Tidak ada yang paling menyenangkan daripada melawan dirimu sendiri.” Kebanggaan tersendiri bagi saya karena telah berani mencoba hal yang tidak pernah saya sentuh sebelumnya. Melihat pesaing yang berasal dari kalangan mahasiswa dan berpengalaman, kami tidak berharap banyak. Kami menantang diri kami sendiri untuk berdiri di atas panggung bersama 76 peserta lainnya membacakan naskah yang telah diberikan panitia.

Akhirnya, tim juri memilih sembilan orang peserta untuk maju ke babak selanjutnya. Tentu saja, kami tidak termasuk ke dalam sembilan orang tersebut. Kesembilan orang tersebut ditantang (lagi) untuk membawakan berita dengan kalimat sendiri. Terpilihlah tiga orang peserta yang mempunyai kemampuan yang terbaik.

Dari acara ini, banyak ilmu dan manfaat yang bisa saya rasakan langsung bagi diri saya sendiri. Saya bisa bertemu orang-orang hebat dari bidang pertelevisian. Juga mendapat ilmu bermanfaat yang pasti akan berguna bagi saya nantinya. Karena acara ini, saya bisa melepaskan diri saya dari rasa minder yang melilit tubuh saya selama ini. Karena bagi saya, keberanian dan nekat adalah salah satu kunci untuk saya bisa menggenggam dunia.


“Kalau sekarang saya hanya jadi peserta, maka saya harus bisa

menjadi tamu atau pembicara pada seminar-seminar berikutnya.”

Pindah ke Lain Hati


Kupikir aku telah berhasil

Meluluhlantakkan sebongkah perasaan

Yang terlalu lama tinggal

Di tempat using bernama hati


Mencintai seseorang yang tidak pernah tahu

Menyayangi satu yang telah berdua

Aku inginkannya kembali

Aku rindu padanya


Ya, mungkin aku hanya rindu

Ketika kita menjadi kata yang paling indah yang pernah ada

Dan mungkin…

Aku membutuhkan waktu lebih lama lagi

Untuk menghapusnya


Persetan pada mereka yang mengolok-olokku

Peduli apa?

Nyatanya mereka tidak benar-benar peduli

Aku yang bertanggung jawab atas hatiku sendiri

Atas perasaan ini


Maafkan aku…

Aku hanya belum mampu untuk pindah ke lain hati

Aku masih mencintainya

JUNIOR HIGH SCHOOL


Waktu itu jalannya cepet banget ya. Nggak berasa, gue udah kelas 2 SMA. Bentar lagi udah kelas 3, terus UN, terus kuliah deh. Nggak tau kenapa, gue selalu excited setiap bahas soal kuliah. Tapi, kuliah bukan topik gue kali ini.

Udah dua tahun, gue ninggalin SMP. Rasanya itu ada seneng, ada juga sedihnya. Temen-temen gue selalu berisik dan bilang kalo masa-masa SMA itu nggak seseru apa yang biasanya diomongin. Gue nggak setuju. Dulu, gue ngerasa masa SMA gue baik-baik aja dan gue berpikir SMP dan SMA adalah dua hal yang emang berbeda dan nggak bisa dibikinin perbandingan. Sampe akhirnya gue ngerasain yang namanya kangen SMP.

Gue kangen masa-masa SMP. Gue senyum-senyum sendiri kalo inget yang dulu-dulu. Bener banget, dulu gue masih 4L4Y. Gue masih bocah dan masih polos. Selayaknya anak alay, gue ngerasa semua hal itu menarik. Gue belum bisa bedain yang mana keren yang mana norak. Ya, walaupun gue tau, saat itu anak alay terlihat sangat keren. Dulu, gue ngerasa cupu kalo ngetik sms dengan huruf yang biasa-biasa aja. Begitu ada temen yang kirim sms gede-kecil gede-kecil, gue ngikutin. Dan saat itu juga gue bakal langsung ngerasa kalo gue adalah cewek yang paling gaul.

Gue inget, dari SD gue, cuma ada 4 orang yang nekat lintas rayon ke SMP N 15. Salah satunya adalah gue. Gue ngerasa jadi orang yang paling beruntung begitu tau gue lulus tes Penerimaan Siswa Baru di SMP Negeri 15 Palembang. Tapi nyatanya, setelah gue masuk hari pertama sekolah, gue ngerasa nggak begitu beruntung. Gue cuma bisa ngelongo ngelihat temen-temen baru gue. Mereka beda sama temen-temen SD gue. Dari tampang dan pembawaannya, mereka jauh lebih berkelas dari temen-temen SD gue. Ya, sekaligus lebih sombong. Gue mati gaya. Gue nggak punya temen di kelas.

Tiga temen gue lainnya beda kelas sama gue. Saat itu, Dwi di kelas 7.1, Winda di kelas 7.3, Dina di kelas 7.5, dan mirisnya gue dapet kelas ujung, 7.7. Matilah gue! Seperti yang gue bilang, gue nggak punya temen di kelas. Nggak ada satupun anak yang gue kenal.

Singkatnya, setelah cukup lama beradaptasi dengan suasana SMP, gue akhirnya punya temen. Mereka adalah Asti, Tiwi, dan Rani. Ada juga Antonio, biang kerok di kelas, yang suka meper-meperin keringet ke baju orang-orang, yang suka pecicilan keluar masuk kelas, tapi dia juga salah satu sahabat cowok gue di SMP. Mereka semua temen sekelas gue. Sama halnya Asti, Tiwi, dan Rani, Anton juga sering curhat ke gue. Banyak  deh cerita yang nggak bisa gue jelasin disini. Semuanya cuma bisa gue kenang. Pada akhirnya, gue seneng bisa kenal mereka. Meski sekarang, gue udah lost contact sama semuanya. Cuma Rani yang masih satu sekolah sama gue, tapi udah nggak akrab. Setiap ketemu juga paling cuma saling sapa dan saling senyum.

Selain adaptasi pergaulan, gue juga mesti adaptasi soal saingan juara kelas. Gimanapun juga, saat itu gue sangat berpengharapan besar untuk bisa kembali ranking, sama seperti ketika gue SD. Ketemulah gue sama Fandi dan Widhas. Gue agak heran kenapa saingan gue cowok semua. Emang sih setelah tiga tahun sekolah di SMP, cowok yang sering juara kelas ya mereka-mereka doang. Kalian taulah, agak sulit memang bisa nemu cowok pinter nan rajin macam mereka jaman sekarang. Buat kalian berdua, berbanggalah udah gue puji-puji dari tadi.

Lanjut, memasuki tahun kedua di SMP, lagi-lagi gue dimasukin di kelas ujung, kelas 8.7. Poor me! Saat itu, gue ngerasa campur aduk waktu tau gue dapet kelas ujung lagi. Bukan apa-apa, karena gue kelas ujung, itu artinya gue juga mesti masuk siang lagi, barengan sama anak kelas 7 dan kelas 8.6. Jadi ketua kelas di kelas ini cukup memusingkan. Walaupun jumlah muridnya cuma 27 orang, ngendaliin kenakalan anak-anak di kelas ini butuh tenaga yang ekstra. Karena gue nggak punya tenaga yang cukup ekstra, akhirnya gue juga jadi ikut-ikutan nakal. Dan di kelas 8 inilah gue ngerasa paling bandel dan paling badung. Di kelas ini, gue kembali ketemu Anton. Jadilah kita tambah akrab. Beberapa sih ngirain kita pacaran, padahal nggak sama sekali. Di tahun ini, gue dapet temen baru. Mereka adalah Debbi, Selly, Ikka, Monik, Tia, Winsi, dan Rican (ditambah Antonio). Sekarang, cuma Selly yang masih akrab sama gue. Debbi dan Ikka, walaupun masih sering ketemu, tapi kita udah nggak begitu akrab. Sementara Tia, Monik, Winsi, dan Rican, udah nggak ada kabarnya.

Di kelas inilah dimana gue ngerasa paling berjaya. Selain karena gue ketua kelas, di kelas ini gue ngerasa nyatu sama temen-temen yang lainnya. Nggak ada rasa minder di dalam diri gue buat bertemen sama mereka.

Tibalah di tahun terakhir di SMP. Gue kebagian kelas 9.2. Akhirnya gue nggak lagi dapet kelas ujung. Senengnya minta ampun. Tapi sayang, disini gue ngerasa nggak nyaman. Gue ngerasa terasingkan. Meskipun di kelas ini gue jadi perangkat kelas, tapi kehadiran gue di kelas ini tidak begitu berarti dibanding pecong-pecong kelas, Litha dkk. Disini gue survive (ciye bahasanyaaa) bersama Ikka berduaan doang. Gue yang rada irit ngomong, jadi ada penyeimbang. Kegilaannya sering mengundang perhatian temen-temen, paling tidak oleh Adhit dan Farras. Jadi Ikka, Adhit, dan Farras inilah yang jadi temen gue ngobrol di kelas. Meski nggak sampe sahabat-sahabatan, pertemenan kita berempat cukup seru bagi gue yang saat itu ngerasa nggak punya temen (di kelas).

Kalo boleh gue bilang, di antara tiga fase yang pernah gue alamin di SMP, gue paling kangen sama masa-masa kelas 8. Dan masa-masa yang paling gue benci, adalah waktu gue kelas 9. Seperti biasa, di tahun terakhir ini ada yang namanya perpisahan. Tibalah saatnya gue pisah sama temen-temen SMP gue. Hampir seluruh dari nama-nama yang gue sebutin di atas, udah nggak satu sekolah lagi sama gue. Mereka juga udah tumbuh jadi remaja yang keren bagi diri mereka sendiri. Sebagian melanjutkan sekolah di SMA ternama dengan prestasi akademik dan non akademik yang gemilang. Ada juga yang ngerasa bangga udah bisa jadi ‘anak gaul jaman sekarang’. Mereka semua telah memilih jalan hidup mereka masing-masing.

Gue yang sekarang, juga udah milih jalan hidup gue sendiri. Gue yakin, semua yang gue jalani kemarin, hari ini, dan besok pastilah yang terbaik buat gue. Entah itu berbentuk pengalaman buruk maupun pengalaman mengesankan. Temen-temen, gue mau ngakuin sesuatu yang nggak pernah gue akuin sebelumnya, gue sayang sama kalian. Ya, setidaknya kalian udah ngisi hari-hari gue selama tiga tahun. Gimana bisa gue mungkirin kalian dari hidup gue. Thanks udah jadi bagian dari cerita gue. Semoga gue bisa ketemu sama kalian lagi, ya, saat kita udah sama-sama sukses.

Ide Konyol di Malem Tahun Baru


Tahun baru selalu identik dengan perayaan. Perayaan tahun baru biasanya diisi bersama orang-orang tersayang, baik keluarga, sahabat, maupun pacar. Biasanya acara tahun baru dihabiskan dengan berlibur atau berkumpul sambil BBQ-an. Begitu halnya dengan gue, gue pun menghabiskan malam tahun baru gue bersama temen-temen gue. Jauh-jauh hari, gue sama temen-temen persiapin semuanya.

Tibalah hari yang ditunggu. Sabtu, 31 Desember 2011. Waktu itu, sekolah gue udah libur. Kerennya, malam tahun baru ini bertepatan dengan malem minggu. Waktu itu, gue bersama 6 temen lainnya (Novie, Redho, Yaser, Edo, Ejak Saputra, dan Ejak Humaidi) nyamperin rumah Novie buat BBQ-an. Kami udah nyiapin jagung dan sate bakar buat dimakan di malam tahun baru.

Sekitar jam delapan, gue dan temen-temen (tanpa Redho dan Yaser) main kartu remi buat ngabisin waktu yang terasa lama. Hukuman buat yang kalah adalah dijepit sama jepitan baju.  Di awal permainan, gue sering kalah. Well, gue terima. Saat itu, kita masih nungguin Redho dan Yaser yang belum juga dateng. Mereka bilangnya sih mau sepedaan dulu. Tapi mereka baru nyampe setelah jam sebelas. Sementara, sate yang dibakar udah habis setengahnya.

Karena pergantian tahun udah deket, kami berniat untuk berhenti main remi untuk sementara waktu. Rame-rame kami bakar sate dan bakar jagung. Makan-makan. Seru-seruan. Foto-foto. FYI, kita BBQ-an di lantai tiga rumah Novie. Yang itu artinya, kami bisa ngeliat kota Palembang dari atas. Keren banget. Banyak kembang api dinyalain dan bertebaran dimana-mana. Tanpa perlu beli kembang api, kami udah bisa nikmatin kembang api. Beberapa menit sebelum pergantian tahun, kami neriakin #2012wish kami masing-masing sambil sesekali niup terompet. Bener-bener seru. Gue pribadi, baru pertama kali ini ngerayain tahun baru sama temen. Dan seseru ini.

Tibalah pukul 00:00. Kembang api nyala dimana-mana. Suara petasan meledak berbarengan. Bersama sahabat-sahabat gue, malem itu gue ngerasa bahagia udah ngejalanin satu tahun ke belakang bersama mereka. Gue bahagia karena masih dikasih umur sama Tuhan. Gue bahagia karena banyak orang yang sayang sama gue. Gue bener-bener ngerasa sempurna.
Sekitar satu jam, bunyi kembang api mengiringi tawa canda kami. Masih dengan resolusi masing-masing, kami nyebutin harapan-harapan kami di tahun yang baru. Kehangatan sebuah persahabatan begitu kentara. Kebersamaan di antara kami begitu gue nikmati setiap detiknya. Sampailah, salah satu temen gue (gue lupa siapa) nyetusin ide konyol yang sampe sekarang nggak bisa gue terima dengan akal sehat.
“Malem ini nggak ada yang boleh tidur‼!”
Gue melongo. “Seriusan?”
“SIAPA YANG TIDUR, KITA LUDAHIN RAME-RAME‼‼” Temen gue yang lainnya menimpali.
JLEB‼ Gue diem. Mereka semua pada ketawa dengan ide konyol yang mereka sepakatin bersama. Mau nggak mau, gue juga sepakat. Gue ikut ketawa-ketawa bareng mereka. Siapa takut‼
Kembang api udah mulai ilang. Petasan juga udah nggak kedengeran lagi. Karena di luar mulai sepi, kami balik ke acara awal. Main remi. Karena perut kami udah pada kenyang, kami langsung lanjutin main remi tanpa peduliin sate dan jagung yang masih tersisa. Awalnya sih masih seru-seru aja, sampe akhirnya kita udah ngerasa bosen.
“Main apa lagi nih?” tanya gue.
Setelah mikir-mikir cukup lama, gue punya ide buat main jujur-jujuran satu sama lain. Semacam Truth Or Dare gitu. Dengan bermodalkan hape sebagai alat penentu siapa yang giliran ditanyain, kita mulai permainannya. Semuanya antusias, tapi juga deg-degan. Satu per satu kebagian cerita. Edo yang paling sering kena. Kebanyakan sih, nanyain gebetan, pacar, atau juga mantan terindah. Gue juga kebagian ditanyain. Dengan malas, malu, dan ragu-ragu, gue jawab pertanyaan mereka. Kami ketawa-ketiwi denger cerita satu sama lain. Beberapa kali juga gue shock pas tau rahasia yang nggak pernah gue tau sebelumnya. Karena pelan-pelan rahasia mulai kebongkar semuanya, kita mulain bosen.
Jam udah nunjukkin jam setengah empat. Beberapa dari kami kepergok menguap. Yaser terang-terangan mengaku kalo dirinya udah ngantuk. Lagi-lagi, kami rame-rame ngingetin perjanjian yang udah kami buat malem tadi. “Inget loh, yang tidur kita ludahin‼”
Gue bener-bener serem ngebayanginnya. Nggak ada yang lucu ketika lo diludahin temen lo sendiri. Gue yang penasaran langsung ngajuin pertanyaan ke mereka. “Eh, bentar deh. Nggak tidurnya sampe kapan ya?”
“Sampe pagi.”
“Ini kan udah pagi.”
“NGGAK ADA YANG BOLEH TIDUR SAMPE KITA PULANG KE RUMAH MASING-MASING‼‼”
WHAT THE HELL‼!
Baru jam setengah empat aja gue udah ngantuk berat. Gue harus nunggu berapa lama lagi sampe ini semua berakhir? Iya, gue tau kata-katanya emang lebay. Beberapa anak mulai protes. Ide ini bener-bener bukan ide yang keren.
Akhirnya, karena semuanya udah nggak tahan, jam limaan kita sepakat buat tidur sebentar. Sekitar setengah jam, kita tidur. Setelah itu, sekita jam setengah delapan, gue sama temen-temen baru bisa pulang ke rumah dengan mata yang berat nahan kantuk dan kepala yang sempoyongan. Ejak Humaidi, yang katanya nggak tidur sama sekali, sempet nggak seimbang bawa motor waktu bonceng gue.
Sampe di rumah, gue ganti baju dan langsung tidur di kasur gue sampe jam tiga sore. Dua hari kepala gue pusing-pusing. Hingga sekarang, gue masih nggak bisa percaya gimana bisa gue  nyetujuin dan ngikutin permainan konyol dari mereka. Gue sama temen-temen masih sering ketawa sendiri kalo mulai ngebayangin kegilaan yang terjadi malam itu. Bener-bener kocak dan ngangenin.