New Experience: Akademi Indosiar 2012


“Orang yang beruntung adalah orang yang siap

ketika kesempatan datang.”


Kira-kira seperti itulah kalimat yang diucapkan oleh Tina Talisa selalu terngiang-ngiang di otak saya.

Dengan semangat dan antusiasme yang menggebu-gebu, saya bersama kedua teman saya—Sadam dan Yuni bergegas untuk datang ke Gedung Pascasarjana UNSRI pada tanggal 24 Mei 2012 pagi tadi. Dalam acara Seminar “Sukses Berkarir di Dunia Televisi” dan Workshop “How to be A Great News Anchor”, saya menyerap ilmu broadcasting (penyiaran) yang sangat bermanfaat dari orang-orang yang mumpuni pada bidangnya, diantaranya:

1.    Nurjaman Mochtar selaku Pimpinan Redaksi dan Direktur Pemberitaan Indosiar.

2.    Dra. Dyah Hapsari, M.Si selaku Dekan FISIP Universitas Sriwijaya.

3.    Tina Talisa selaku News Anchor dan Manager Dept. Presentation & Show sekaligus peraih Presenter Talkshow berita dan informasi terfavorit Panasonic Gobel Award 2012.

4.    Egge DP Yulianto selaku Manager Dept. Production Non Drama.

Palembang menjadi kota terakhir dari enam kota yang telah disinggahi Indosiar dalam rangkaian road show Akademi Indosiar 2012. Sebelumnya Indosiar telah datang ke Jakarta, Bandung, Semarang, Jogyakarta, Malang, dan terakhir Palembang.

Indosiar bekerja sama dengan Mustika Ratu dan FISIP UNSRI demi menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan untuk menemukan bibit-bibit unggul dalam bidang broadcast.

Saya yang kebetulan masih berstatus pelajar kelas 2 SMA merasa sedikit minder dan ‘kaget’ dengan kegiatan semacam ini. Saya harus bolos sekolah satu hari demi memuaskan keinginan saya untuk bertemu dengan Tina Talisa yang sukses menjadi News Anchor handal dan menjadi idola bagi kalangan anak muda. Dan jujur saja, ini adalah kali pertama saya ikut bergabung dalam kegiatan seminar semacam ini.

Awalnya, saya pernah tahu mengenai acara yang diselenggarakan Indosiar ini, namun karena saya pikir acara ini hanya ditujukan untuk mahasiswa, saya melupakannya begitu saja. Beruntungnya, Yuni memberi tahu saya sekali lagi. Dengan berbagai informasi yang dia dapatkan, saya jadi tahu kalau tidak hanya mahasiswa yang bisa berpartisipasi, pelajar juga bisa ikut andil. Lalu dia mengajak saya untuk ikut dalam acara ini. Saya yang kebetulan mempunyai minat pada ‘dunia’ ini, mau-mau saja menerima tawaran Yuni untuk bersama-sama datang pada acara road show Akademi Indosiar 2012.

Begitu saya memasuki gerbang Gedung Pascasarjana UNSRI, saya melihat mahasiswa-mahasiswi telah memenuhi meja pendaftaran untuk registrasi. Sama antusiasnya dengan saya, mereka berbondong-bondong masuk ke dalam aula. Wow! Seketika saya merasa kecil. Saat itu juga saya dan teman-teman mundur untuk mencoba mengikuti simulasi presenter TV. “Gila, mahasiswa semua‼!”

Acara dibuka oleh penampilan Tina Talisa yang ditantang menyanyikan lagu khas Palembang “Ya Saman” yang diiringi petikan gitar dari seorang mahasiswa dari fakultas FISIP UNSRI. Tepuk tangan sangat meriah menyambut kehadiran Tina Talisa di tengah-tengah ruangan.

Ketika acara masuk dalam pengisian materi dari Nurjaman Muchtar selaku pimpinan redaksi Indosiar. Kang Nur—begitu beliau disapa, menyampaikan beberapa materi kepada seluruh peserta. Disini, Kang Nur membocorkan syarat-syarat untuk menjadi broadcaster. Beliau mengatakan bahwa hanya ada dua hal yang perlu dilakukan untuk menjadi seorang di balik pertelevisian Indonesia, antara lain kreatif dan kooperatif (kerja sama). Dan quote yang paling saya ingat—bahkan saya catat, antara lain:

“Anda tidak perlu pintar, tapi anda perlu kreatif.”                                             

“Orang yang mahal adalah orang yang kreatif.”

“Kreatif bukan bagian dari kepintaran.”

Beberapa quote ini sangat mengena di dalam hati saya. Be creative

Acara berlanjut pada sesi Workshop “How to be A Great News Anchor” bersama Tina Talisa. Beliau menceritakan pengalaman-pengalamannya sebelum dan selama menjadi presenter di televisi. Lulusan kedokteran gigi UNPAD ini mengaku sempat mendapatkan tentangan dari orang-orang di sekelilingnya, seperti keluarga dan dosen ketika mendapati Tina Talisa justru memilih dunia jurnalis ketimbang dunia dimana dia berasal—kedokteran gigi. Namun karena keteguhan hati dan keyakinan yang kokoh, Tina Talisa mampu merobohkan kerasnya hati orang tua untuk bisa menerima keputusan besar yang telah diambilnya tersebut.

Tibalah saatnya pada simulasi presenter TV dimana seluruh peserta diperbolehkan maju ke depan dan mencoba membawakan berita berdasarkan teks yang telah disiapkan oleh panitia. Satu per satu peserta maju ke atas panggung. Saya dan teman-teman berdiskusi untuk hal itu. Kesepakatan awal kami yang menyatakan tidak akan ikut dalam simulasi itu justru berubah. Kami sepakat untuk ikut berpartisipasi dalam simulasi presenter ini bersama-sama.

Tidak muluk-muluk, kami memberanikan diri untuk maju ke atas panggung hanya untuk mencoba. “Tidak ada yang paling menyenangkan daripada melawan dirimu sendiri.” Kebanggaan tersendiri bagi saya karena telah berani mencoba hal yang tidak pernah saya sentuh sebelumnya. Melihat pesaing yang berasal dari kalangan mahasiswa dan berpengalaman, kami tidak berharap banyak. Kami menantang diri kami sendiri untuk berdiri di atas panggung bersama 76 peserta lainnya membacakan naskah yang telah diberikan panitia.

Akhirnya, tim juri memilih sembilan orang peserta untuk maju ke babak selanjutnya. Tentu saja, kami tidak termasuk ke dalam sembilan orang tersebut. Kesembilan orang tersebut ditantang (lagi) untuk membawakan berita dengan kalimat sendiri. Terpilihlah tiga orang peserta yang mempunyai kemampuan yang terbaik.

Dari acara ini, banyak ilmu dan manfaat yang bisa saya rasakan langsung bagi diri saya sendiri. Saya bisa bertemu orang-orang hebat dari bidang pertelevisian. Juga mendapat ilmu bermanfaat yang pasti akan berguna bagi saya nantinya. Karena acara ini, saya bisa melepaskan diri saya dari rasa minder yang melilit tubuh saya selama ini. Karena bagi saya, keberanian dan nekat adalah salah satu kunci untuk saya bisa menggenggam dunia.


“Kalau sekarang saya hanya jadi peserta, maka saya harus bisa

menjadi tamu atau pembicara pada seminar-seminar berikutnya.”

Pindah ke Lain Hati


Kupikir aku telah berhasil

Meluluhlantakkan sebongkah perasaan

Yang terlalu lama tinggal

Di tempat using bernama hati


Mencintai seseorang yang tidak pernah tahu

Menyayangi satu yang telah berdua

Aku inginkannya kembali

Aku rindu padanya


Ya, mungkin aku hanya rindu

Ketika kita menjadi kata yang paling indah yang pernah ada

Dan mungkin…

Aku membutuhkan waktu lebih lama lagi

Untuk menghapusnya


Persetan pada mereka yang mengolok-olokku

Peduli apa?

Nyatanya mereka tidak benar-benar peduli

Aku yang bertanggung jawab atas hatiku sendiri

Atas perasaan ini


Maafkan aku…

Aku hanya belum mampu untuk pindah ke lain hati

Aku masih mencintainya