The Second Medal

“Efeknya benar-benar menakjubkan! Semua orang ‘memandang’ ke arahku dengan ‘tepuk tangan’ meriah.”


Seharusnya gue tahu sejak awal. Gue nggak pernah bener-bener niat untuk jadi anak IPA. Jiwa gue lebih ke IPS. Cita-cita gue juga menjurus ke sosial. Selain itu, kemungkinan gue untuk unggul di IPS lebih besar. Sebelum bener-bener terlambat, gue banting setir untuk menyelami ilmu IPS, sembari gue belajar IPA di sekolah. Gimana caranya? Salah satunya, dengan mengikuti Simulasi atau TryOut jurusan IPS yang diadakan bimbel tempat gue les.

 FYI, di kelas XI, gue sempat mengikuti Simulasi IPA dan IPS sekaligus. Dan hasilnya cukup memuaskan. Benar aja, kemampuan IPS gue lebih baik daripada kemampuan IPA. Bahkan, gue sempet dapet medali karena berhasil mendiami peringkat atas Simulasi se-Sumatra yang diadakan bimbel gue itu. Ya, bimbel gue ini memang selalu menghadiahkan medali bagi siswanya yang berprestasi. Tentu, gue sangat bangga dengan prestasi yang udah bisa gue capai itu. Gue bangga karena setidaknya nggak semua orang bisa kayak gue, meski gue sadar itu semua belum ada apa-apanya.

Karena udah nggak memungkinkan buat gue untuk ikut Simulasi IPA dan IPS sekaligus, gue akhirnya memutuskan untuk mendalami IPS. Tanggal 16 September 2012 yang lalu, Simulasi pertama di kelas XII dilaksanakan di Gedung SMA Methodist 1 Palembang. Gue menghadapi simulasi dengan santai, namun tetap antusias. Gue udah nungguin hari itu sejak lama. Entah kenapa, momen-momen simulasi selalu gue nantikan.

Semuanya berjalan biasa aja dan sebagaimana mestinya. Lalu, pada saat pengerjaan soal kemampuan IPS, gue dipanggil oleh salah seorang Pembimbing untuk pindah ruangan. Gue yang semula berada di dalam ruang kelas, diminta pindah ke aula segera. Gue kaget dong, emangnya ada apaan sampe gue mesti pindah segala? Ketika gue tanya ‘kenapa’, Pembimbingnya bilang kalo kayaknya gue bakal dapet medali. Hah? Miapa? Cius? Enelan? Medali atas simulasi yang mana? Gue bingung.

Ketika gue sampe di aula, gue dipersilahkan untuk duduk di kursi yang (sepertinya) sudah disediakan. Untuk beberapa menit, nama gue menjadi topik pembicaraan sesama Pembimbing. Ya agak senang jugalah gue jadi bahan pembicaraan karena prestasi. Mendadak nama Windy jadi populer.

Tibalah saatnya pengumuman siswa berprestasi. Windy dari SMA Negeri 8 Palembang disebut sebagai siswa berprestasi! Gue adalah satu-satunya siswa yang berdiri di atas panggung aula. Nama gue diumumkan di seantero ruangan, disaksikan oleh ribuan peserta, dan diberikan tepuk tangan meriah yang menggema ke seluruh penjuru. Perlahan medali dikalungkan ke leher gue. Tepuk tangan kembali mengiringi prosesi itu. Seandainya kalian tahu gimana perasaan gue saat itu! Hmm… Berlebihan nggak, kalo gue bilang WAW untuk diri gue sendiri?

Setelah hari itu, ternyata nama gue masih booming. Beberapa Pembimbing menyapa gue untuk memberi ucapan selamat. Yang menurut gue paling keren adalah, gimana gue bisa melihat orang-orang jadi nggak bisa sembarangan ngeremehin gue. Mereka jadi segan sama gue. Mereka jadi punya pandangan yang berbeda ke gue. Seolah-olah mereka disadarkan bahwa, yang berada di bawah ternyata bisa melompat jauh lebih tinggi.