Dunia ini tidak adil?!


Takdir!

Mungkin itulah satu kata yang tepat untuk menggambarkan kehidupanku saat ini. Bukankah memang seperti itulah hidup ini? Semua yang telah terjadi di dunia ini adalah takdir Tuhan. Bahwa kenapa detik ini aku masih bisa bernafas, itu juga karena takdir. Bukan begitu?

Ya, begitulah takdir. Takdir yang selama ini aku rutuki. Takdir yang pernah aku sumpahi dengan jejalan kata-kata yang berasal dari neraka. Takdir yang menyeretku pada berbagai musibah dan bencana. Takdir yang menjadikan aku orang picik hingga berpikir bahwa Tuhan menyayangi semua makhluk-Nya, kecuali aku. Takdir yang menguatkan sudut pandangku bahwa Tuhan sengaja mengirimkan semua ciptaan-Nya untuk memusuhi dan menikamku hidup-hidup.

Aku terlalu angkuh untuk mengatakan bahwa Tuhan itu adil. Mana ada adil yang menyusahkan? Bagiku, adil itu simbiosis mutualisme. Aku untung. Kau untung. Dia untung. Kalian untung. Mereka untung. Sementara yang terjadi adalah aku selalu menjadi pihak yang dirugikan. Jadi, Tuhan tidak adil, kan?

Tidak pernah ada keadilan untukku. Mungkin seperti itulah sudut pandangku, dulu. Keangkuhan berhasil membusukkan hatiku. Namun sebuah kedewasaan telah mengajarkanku banyak hal. Dia mengajariku untuk memahami makna takdir yang sesungguhnya.

Ketika aku sedang merangkak, aku diajak untuk belajar. Ketika aku telah mampu berdiri, aku diperintahkan untuk melihat. Ketika aku merasa putus asa, aku dipaksa untuk tetap bertahan. Ketika aku gagal, aku diajarkan untuk menerima. Ketika aku terjatuh, aku dirangkul untuk bangkit. Ketika aku berhasil, aku diajarkan untuk rendah hati. Ketika aku telah sampai di puncak, aku diperintahkan untuk memberi.

Ketika aku menemukan pengkhianat, aku baru saja disadarkan. Ketika aku bertemu seorang sahabat, aku diminta untuk menjaganya. Ketika aku mendapatkan pengucilan, Tuhan akan membenarkan apa yang salah. Ketika aku sendirian, Tuhan selalu bersamaku. Ketika aku dihadapkan pada sebuah pilihan, aku dikenalkan dengan apa itu prioritas.

Saat ini aku mengerti, hanya ada dua kunci dari semua penyelesaian takdir hidup yang tidak pernah adil. Ikhlas dan bersyukur. Sesederhana itu? Siapa bilang ikhlas dan bersyukur itu sederhana?

Aku terlahir sebagai seorang lakon yang menjalani sebuah kehidupan drama yang diberikan Tuhan sebagai sang sutradara. Aku terlahir sebagai seseorang yang akan membawa pengaruh bagi dunia. Atau paling tidak, aku akan menjadi pemeran utama bagi dramaku sendiri. Lalu aku akan menjadi figuran yang akan melengkapi keindahan sebuah drama manusia lainnya. Dan tanpa pernah aku sadari, ternyata aku telah memberikan keindahan bagi orang-orang di sekelilingku—ini baru sederhana.

Percaya, bahwa Tuhan itu baik. Memahami, bahwa Tuhan hanya memberikan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Menyadari, bahwa Tuhan begitu menyayangi hamba-Nya. Dia telah menyiapkan rencana yang indah untukku, untuk kita semua.

Hidup memang tidak akan pernah adil bagimu. Dunia jauh lebih tidak adil lagi. Tapi setidaknya, ada Tuhan yang Maha adil. Dia memberikanmu keindahan pada saat yang tepat. Dan takdir telah membawaku sampai di tempat ini. Di tempat dimana kita bertemu.

Tuhan mempertemukan kau dan aku disini. Untuk selalu bersama. Selalu menjaga. Saling berbagi. Saling berpegangan di bawah deraan hujan untuk menyambut pelangi.