Asli dan Palsu

“Gampang sih… Kalo nggak nyaman sama sesuatu, artinya itu nggak asli, palsu.”


Satu minggu ini gue suka ngegalauin sesuatu yang mungkin seharusnya nggak digalauin.
Entah kenapa, sekarang-sekarang ini gue jadi lebih sering mengotak-kotakkan manusia. Gue jadi suka pilih-pilih mana yang baik buat gue dan mana yang not good enough. Kalo gue sih bilangnya, asli dan palsu. Asli maksudnya disini adalah orang itu tampil apa adanya. Tolak ukurnya? Orang yang asli menurut gue adalah dia yang bisa buat gue memberi tanpa diminta, berbagi tanpa paksaan, dan dia yang bisa bikin gue nyaman dengan semua sifat dan kelakuannya, entah itu baik atau buruk. Sebaliknya, orang yang palsu adalah dia yang secara tidak sengaja menggarisi sebuah batas satu sama lain, dia yang sulit memberi dan berbagi, dan dia yang memberi kesan tidak nyaman karena terlalu menutup-nutupi sebagian dari dirinya.

Semua orang bisa bersikap asli dan palsu sekaligus, dan sikap itu tidak salah. Entah dari mana gue bisa merumuskan teori ini. Tapi beginilah cara gue untuk memperhalus apa yang sering orang-orang sebut sebagai si muka dua. Karena pada dasarnya, manusia hanya diajak untuk memilih bagaimana harusnya bersikap pada masing-masing individu. Bukan karena mereka ingin saling mematikan, tetapi karena ada sebuah keraguan dari dalam diri mereka untuk bersikap terus terang dan tampil apa adanya kepada orang-orang tertentu. Itu sebuah cara yang manusia terapkan untuk bersikap waspada pada orang-orang di sekelilingnya.