I
am 19 years old. Dulu sebelum Saya berulang tahun yang ke-19, teman-teman
suka bikin candaan kalau nineteen means
last teen. Saat itu last teen
bagi mereka (atau kami) hanya sebatas lucu-lucuan karena di usia yang (saat
itu) hampir 19, Saya lagi-lagi masih tanpa pasangan. Namun sepertinya candaan
itu kini mempunyai definisi yang tidak sebatas lucu-lucuan semata.
Kini, Saya telah benar-benar berada
di angka 19. Selama perjalanan Saya melewati hari-hari di usia yang ke-19, Saya
merasa bahwa last teen tidak hanya
guyonan belaka.
Sejak berada pada garis start usia 19, banyak hal yang tahu-tahu
saja datang ke hidup Saya. Sempat marah untuk hal-hal yang tidak Saya inginkan,
namun untunglah Saya cepat mengerti bahwa memang benar every bad and good things always happen for some reasons.
Di usia 19 ini, Saya merasakan sisi
teen Saya sedikit demi sedikit terus
berkurang dan digantikan oleh satu bentuk kedewasaan. Saya tidak bilang Saya
sudah dewasa, Saya hanya sudah menggerakkan kaki menuju hal itu.
Saya masih tanpa pasangan bahkan
saat teen Saya sudah akan habis
masanya. Saya juga belum benar-benar mendapatkan apa yang sebenarnya Saya
inginkan. Saya tetap tidak sehebat apa yang pernah Saya inginkan dari diri Saya
dulu.
Namun lebih daripada itu, 19
mengajarkan Saya tentang kedewasaan. 19 mengiringi introspeksi diri Saya hingga
akhirnya Saya memutuskan untuk berdamai dengan diri sendiri. Berhenti menyalahkan
orang lain untuk sesuatu yang tidak mereka ketahui—meski mereka melakukannya.
Berhenti meratapi diri sendiri. Berhenti bersikap tidak bersahabat dengan
satu-satunya orang yang paling mengertimu—dirimu sendiri.
Sekitar setengah perjalanan lagi,
Saya akan beranjak ke angka berikutnya—dimana tidak ada lagi teen di angka tersebut. Saya bertanya-tanya
tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Ada banyak hal baru yang akan Saya
temukan. And honestly, Saya tidak
sabar untuk hal itu.
Dalam banyak hal, 19 membuat Saya merasa berbeda.
Dalam banyak hal, 19 membuat Saya merasa berbeda.