Berani Bersuara Berani


Satu yang kusenangi dari menulis adalah tersampaikannya perasaan. Telah lama aku berteman kagum pada objek tanpa nama yang tak bosan hadir sebagai inspirasi menulisku, dan tulisan menjadi pengantar rasaku padanya.

---------

Dulu, di blog pribadiku, banyak sekali tulisan yang tertuju untuk satu orang. Objek tanpa nama, sering kusebut "My Favorite Boy". Kalau ada yang bertanya, "Adakah satu laki-laki yang kautemui selama hidupmu, yang memenuhi segala kriteriamu mengenai sosok pria idaman?", aku belum tentu menjawabnya. Tapi aku tahu benar siapa yang akan melintas di otakku--dia, si objek tanpa nama.

Aku belum memastikannya, tapi hampir sepenuhnya yakin bahwa ini bukan cinta. Hanya setumpuk kagum, mungkin. Yang aku tidak mengerti hingga kini adalah, dia membangun keberanian dari dalam diriku.


Suatu malam, dengan pikiran yang bercabang dan entah menuju ke arah bagian mana, aku mengiriminya sebuah pesan, melalui Facebook yang tak terurus. Aku menyampaikan kegilaanku padanya, bagaimana aku ingin sekali lagi memastikan perasaanku padanya, dan--aku tidak tahu ini benar atau tidak--memintanya untuk membalas tanpa perlu menjawab sesuatu yang tidak kutanyai. "Gila, gila, gila..." Aku menghardik dalam hati selama sepekan penuh, dan sampai kini masih sering melakukannya jika kembali teringat hal itu.


---------

Aku, bukan orang seperti itu. Aku, sangat pantang melakukan hal agresif semacam itu. Butuh hampir sewindu untuk aku melakukannya, dan masih tak percaya bagaimana bisa itu terjadi. Konyol, memalukan, dan tidak waras.


Tapi seperti kataku, dia mengajarkanku berani. Karenanya, aku berani bersuara meski hanya lewat kalimat panjang tak beraturan. Bahwa ada hal yang memang harus disampaikan, entah untuk memulai atau mengakhiri. Menghindari rasa sesal yang mungkin singgah seumur hidup.



Setelah malam itu, aku tahu dimana batas perasaanku. Kagumku berlebih padanya, bahkan hingga kini. Aku tidak tahu bagaimana hati ini besok, tapi jika boleh aku merasa-rasa, dia akan selalu dan tetap jadi keindahan bagiku. Paling tidak ada seinci ruang yang memang disediakan hanya untuknya, bagaimanapun nanti orang lain mengisi penuh sesak hatiku.

0 komentar: