Halo Penguasa, Apa Kabar?


Raga seperti tak lagi bertulang, aku memasuki gerbong kereta dengan goyah. Pipiku memanas, coba menahan tangis menyeruak. Masker penghalang polusi kujadikan tameng bagi wajah muram yang tak beraturan.


Sepertinya aku sedang dihukum.

Minggu ini pekerjaanku menumpuk, menuntut deadline. Tiap hari bertemu klien-klien yang berbeda, rapat untuk proyek terbaru dan terbesar tahun ini. Di rumah juga masih bekerja. Tidak sempat lagi istirahat, makan sesempatnya, tidur seadanya.

Dua hari lalu sepulang kerja, tasku beserta isinya dijambret. Kesibukanku bertambah, aku harus mengurus kartu-kartu penting yang hilang, pergi ke kantor provider untuk mengurus nomorku, terpaksa menyisihkan gajiku untuk membeli ponsel baru dan merelakan uangku yang ikut raib.

Belum lagi ayah. Ibu mengabariku sakit ayah kambuh lagi. Ayah dirawat di rumah sakit, menjalani pengobatan intensif. Mendengar kabar itu membuatku makin pening, membayangkan hal-hal buruk mungkin saja menimpa ayah.

Kenapa bertubi-tubi? Dunia seperti runtuh tepat di atas kepalaku. Ingin rasanya aku tidur sepanjang hari dan berharap masalah tahu-tahu beres tanpa kuhiraukan.

Di tepian kursi aku melihat orang-orang juga kelelahan tapi kelihatannya baik-baik saja. Aku mendadak cengeng. Air mata begitu saja tumpah dari pelupuk. Aku tinggikan maskerku sampai mengenai mata, agar tangis tak terlalu kentara.

Apa saja yang terlewat olehku hingga dihukum seperti ini? Aku menatap kosong pemandangan di luar kereta, merenung sepanjang jalan pulang, tapi tak terbersit apapun.

Aku akhirnya sampai di stasiun pemberhentian terakhir, tempat aku turun untuk bergegas pulang. Aku berjalan gontai dan terhenyak begitu pandang ini masuk ke sebuah mushola stasiun yang melompong. Sudah berapa lama aku tidak absen pada Tuhan, ya?

Tuhan, apa kabar? Maaf karena sudah lama tidak berkunjung. Maaf karena selalu berdalih sibuk padahal Kau tidak pernah lupa untuk menyenangiku. Maaf karena aku lalai dan membuat-Mu marah.

Terima kasih telah mengingatkan. Maaf karena selalu menuntut-Mu untuk menyenangiku, tapi tidak sadar telah melukai hati penguasa sebesar diri-Mu. Tuhan, ampuni aku karena datang hanya ketika rapuh.

0 komentar: